Eramuslim.com – Kolumnis Ikhwanul Kiram Mashuri, dalam opininya di koran Republika, mengisahkan perjuangan Recep Tayyip Erdogan yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Turki memperjuangkan kebebasan berjilbab di negeri bekas Khilafah Islam itu.
Dalam rentang 10 tahun itu istri sang PM dan sang presiden (Emine Erdogan dan Hayrunnisa Gul) terpaksa tidak bisa mendampingi suami mereka di rumah dinas dan istana negara. Karena alasan jilbab pula, PM Erdogan kemudian menyekolahkan kedua anak perempuannya ke Amerika Serikat dan Bosnia.
Pada Oktober 2013, Erdogan mengumumkan paket reformasi yang telah disetujui parlemen yang juga dikuasai AKP. Paket reformasi itu mencakup antara lain pencabutan undang-undang yang melarang penggunaan jilbab di berbagai institusi pemerintah/negara.
Sebelumnya, larangan berjilbab di kampus-kampus, termasuk di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi negeri, juga telah dicabut. Dengan begitu, para pegawai negeri perempuan kini bebas mengenakan busana Muslimah dan laki-laki boleh memelihara jenggot. Namun, larangan memakai jilbab dan berjenggot masih tetap berlaku untuk tentara, polisi, hakim, dan jaksa.
Hasilnya, kini di parlemen Turki kita bisa melihat beberapa anggota dewan dari AKP mengenakan jilbab di ruang sidang. Bahkan, partai-partai sekuler Turki pun secara demonstratif mengajukan calon anggota parlemen yang juga mengenakan jilbab.
Sementara itu, di kancah acara kenegaraan, istri Erdogan, Emine, selalu tampil mengenakan jilbab khas Turki, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam kunjungan kenegaraannya, termasuk saat ke Indonesia pada akhir Juli – awal Agustus 2015 ini.
Ironisnya, pada masa kampanye Pemilihan Presiden 2014 lalu, Iriana selalu mengenakan jilbab warna putih yang menutup rambutnya dengan anggun. Namun, rupanya hal itu dilakukan hanya untuk menarik simpati kaum Muslimin Indonesia yang saat itu meragukan komitmen keislaman Joko Widodo.
Memandang perspektif Emine dan Iriani dalam mengenakan jilbab, sebagai bagian dari syariat Islam, memberikan suatu gambaran antara perjuangan jilbab dan hipokritasi niat berjilbab. (Ishmah Rafidatuddini/fimadani.com)