×

Hari Penalukan Konstantinopel, Belajar Dari Muhammad Al Fatih


BELAJAR DARI MUHAMMAD AL FATIH

Oleh Dr. Askar Triwiyanto, ST, MSc. Mat.

Sehari jelang ‘Fathu Al-Qustantiniyyah‘ sebuah refleksi Penaklukkan Konstantinopel oleh seorang anak muda yang kemudian merubah putaran roda sejarah dan tentunya dilandasi inspirasi Rabbani lewat pembenaran dan keyakinan akan pesan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam 800 tahun sebelumnya.

Hari-hari belakangan dalam revolusi dunia digital yang dipaparkan pada kita memberi manfaat serta peluang positif bagi mengasah visi dan kemampuan pemuda-pemudi muslim bagi menengok kembali secara presisi putaran roda sejarah kejayaan Islam beberapa abad lepas. Lewat sosok pemuda Al Fatih, begitu kuat terekam 50 hari istimewa yang menggambarkan suasana batin, di mana ketegangan yang mencekam, energi batin yang begitu terkuras, ditambah celah-celah pengkhiantan serta keletihan fisik dan mental bercampur dengan keyakinan rabbani dan kepiawaian mengatasi keterbatasan sekaligus, hingga dituntaskan lewat karunia Allah Ta’ala dalam episode membanggakan berupa penaklukkan Konstantinopel 1453 M.

Suatu episode yang begitu kokoh dalam memperlihatkan korelasi agenda/proyeksi antar generasi orang-orang mukmin dalam mewarisi sekaligus mengemban risalah kenabian. Bahkan, semua dimulai oleh suasana penuh pesimisme, ketidakpastian bahkan ancaman kepunahan peradaban Islam saat terkepung semua penjuru mata angin.

Ketika para sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dihimpit kelaparan, pengepungan koalisi musuh yang demikian besar dan canggih, hanya mampu dijawab dengan ikhtiar penggalian parit (sesuatu yang asing saat itu) bagi menyongsong perang Khandaq, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam hanya menjanjikan surga dan pengampunan bagi Muhajirin dan Anshar, tidak lebih. Namun, justru cita-cita untuk menggapai keindahan di kampung akhirat juga kondisi kehidupan yang lebih baik dan kekal menyebabkan para sahabat rela mengorbankan nikmat dunia yang sedikit dan sementara (dengan tidak memilih menjauh dari perang).

Di Khandaq itulah juga hadis tentang pembebasan kota Konstantinopel dikumandangkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Bisakah kita membayangkan ketika koalisi musuh yang demikian besar dan diliputi angkara murka bersiap menerkam dan melumat ‘komunitas kecil’ bernama kaum muslimin? Rasulullah dengan lantang menjanjikan akan datangnya masa ketundukan musuh yang jauh lebih besar. Menurut baginda Rasul, bukan hanya saja kafir musyrikin dari bangsa Arab itu akan dikalahkan, malah ”Super Power” imperium Romawi Timur Byzantium yang tersohor saat itu akan dikalahkan.

Berikut ini Al-Bara’ menegaskan,

“Ketika perang Khandaq, kami menemukan sebuah batu besar yang keras di salah satu parit yang tidak bisa dipecahkan dengan cangkul. Lalu kami mengadukan hal itu kepada Rasulullah. Maka beliau pun datang sambil membawa cangkul kemudian mengucapkan, “Bismillah.” Selanjutnya langsung memukul batu itu dengan sekali pukulan. Kemudian mengucapkan, “Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku kunci-kunci kerajaan Syam. Demi Allah, saat ini aku benar-benar melihat istana-istananya yang (penuh dengan gemerlapan).”

Kemudian beliau memukul tanah itu untuk yang kedua kalinya. Maka terpecahlah sisi yang lainnya. Lalu beliau pun bersabda, “Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku negeri Persia. Demi Allah, aku benar-benar melihat istana kerajaannya yang penuh dengan gemerlapan sekarang ini.”

Lantas beliau memukul tanah itu untuk yang ketiga kalinya seraya mengucapkan, “Allahu Akbar.” Maka terpecahlah bagian yang tersisa dari batu itu. Kemudian beliau bersabda, “Allahu Akbar, aku benar-benar diberi kunci-kunci kerajaan Yaman. Demi Allah, aku benar-benar melihat pintu-pintu Shan’a dari tempatku ini.” (Al-Mubarakfuri, 2005).

Itulah cita-cita besar yang dikumandangkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, untuk menyalakan roh jihad pada diri-diri sahabat. Dampaknya; kelaparan, ketakutan, dan kebimbangan dapat ’dikalahkan’ karena jiwa-jiwa perindu syahid itu sudah penuh terisi dengan keyakinan yang menggelora tinggi. Namun, ketahuilah sabda sang Rasul bukanlah angan-angan kosong atau imajinasi/utopis yang bersifat ilusi konyol dari mereka-mereka yang menghadapi detik-detik kematian, tetapi beliau ialah Shadiq Al Mashduq (benar lagi dibenarkan). 800 tahun kemudian, Sultan Muhammad Al Fatih, seorang pemimpin muda Islam yang cerdas dan piawai tampil membuktikan hadits tersebut.

Dalam sebuah riwayat disebutkan,

سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْمَدِينَتَيْنِ تُفْتَحُ أَوَّلاً قُسْطَنْطِينِيَّةُ أَوْ رُومِيَّةُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَدِينَةُ هِرَقْلَ تُفْتَحُ أَوَّلاً يَعْنِي قُسْطَنْطِينِيَّةَ

“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. pernah ditanya, “Kota manakah yang dibebaskan lebih dulu, Konstantinopel atau Roma?” Rasul menjawab, “Kotanya Heraklius dibebaskan lebih dulu, yaitu Konstantinopel.” (HR Ahmad, Ad Darimi dan Al Hakim)

Demikianlah kisah heroik yang selalu menjadi energi tak berujung juga keyakinan para pejuang Islam sepanjang zaman. Sementara itu patut dicamkan bahwa orang yang hebat bukan hanya saja mengakui kebenaran hadits tersebut, namun ia akan berusaha sangat keras dan gigih untuk menjadi mereka-mereka yang mewujudkan kebenarannya.

Inilah yang dilakukan para pemimpin Islam masa lalu bermula dari Muawiyah, diikuti oleh anaknya Yazid, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Harun Al Rasyid, Alp Arslan, Sultan Beyazid, dan akhirnya kebenaran hadits tentang pembebasan konstantinopel terwujud ditangan pemuda bergelar Al Fatih.

Sultan Muhammad Al Fatih dengan gemilang dan mengharu biru mewujudkan hadits yang dimaksud dikarenakan beliau mempunyai keinginan yang membara dan sanggup ’membayar harga’ untuk menggapai cita-cita dan inspirasi pesan Nabi.

Hati, akal, perasaan dan potensi fisik dan ruhiyah sang ’Prajurit malam’ difokuskan untuk menjadi pemimpin Inspiratif sebagaimana sabda Nabi, “Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, dan sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan (yang menaklukannya) itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu.”

Patut diketahui, penggunaan teknologi tercanggih di bidang Metalurgi khususnya melalui ‘Fatih Canon’ sejenis ‘Meriam Howitzer’ masa kini dalam penyerbuan konstantinopel di masa tersebut membuktikan seorang Al Fatih adalah sosok yang tidak ‘Gaptek.’ Lewat kecerdasan spiritual yang dimilikinya terdapat kecerdasan lainnya seperti kecerdasan ‘terobosan’ strategi dan taktik pertempuran, kepiawaian mengelola potensi justru dari pihak ‘lawan’ dan pastinya penguasaan bahasa asing, aspek sosiologis dan budaya kawasan Romawi tersebut.

Dalam momentum 29 Mei  (Hari Penaklukan Konstantinopel), mari kita teladani jiwa, keberanian dan kesungguhan sang pembebas muda bernama Al Fatih, sebagai pribadi yang wajar namun mampu menjadi ’icon’ dalam memimpin diri dan orang lain. Mari kita susuri rahasia tersirat di balik sejarah kemenangannya. Bukan sekadar membaca fakta dan data, tetapi untuk dijiwai semangat pengorbanan di mana ia kemudian menjadi roh kebangkitan pemuda Islam.

Sebuah penaklukkan yang gemilang sebagaimana selalu dikenang setiap 29 Mei. Mungkin, hal ini pula mengakibatkan Turki modern saat ini sangat sulit dan berbelit untuk bergabung dengan Eropa. Kronologi lengkap 50 hari istimewa bisa ditelusuri di sini.

Sekali lagi, MARI LURUS & RAPATKAN SHAFF KITA.

“Sungguh luruskanlah shaf kalian, atau (jika tidak) Allah akan benar-benar menimbulkan perselisihan di antara wajah-wajah kalian.” (HR Al Bukhari [177] dan Muslim [436])