×

Mengenang The Grand Old Man - Gurunya Soekarno

Gurunya Soekarno, gurunya M. Natsir dan sahabatnya H.O.S. Tjokroaminoto.

Diplomat ulung yang menguasai 7 bahasa asing secara otodidak. Diantara pemimpin besar kebanggaan bangsa Indonesia.





HAJI AGOES SALIM

Jose Rizal Manua


The Grand Old ManDengan otak yang cemerlang, Haji Agoes Salim menjadi lulusan terbaik HBS Se- Hindia Belanda. Fasih dalam berbagai bahasa; Belanda, Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang, dan Jerman.

Sebelum berkiprah di dunia politik, sebagai pemimpin Sarekat Islam bersama H.O.S Tjokroaminoto. Beliau terjun ke dunia jurnalistik. Memimpin Hindia Baru di Jakarta. Mendirikan surat kabar Fajar Asia dan redaktur Harian Moestika di Yogyakarta.

Menterjemahkan ‘Menjinakkan Perempuan Garang’ dari karya Williams Shakespeare ‘The Taming of the Shrew’. Menterjemahkan ‘Cerita Mowgli Anak Didikan Rimba’ dari karya Rudyard Kipling ‘The Jungle Book’.

Haji Agoes Salim adalah bintang cemerlang dalam pergolakan politik Republik Indonesia. Di zaman kemerdekaan, gelar yang melekat padanya The Grand Old Man. Penanya pedas dan tajam, namun menghormati batas-batas dan menjunjung tinggi etik Jurnalistik. Berkat pengetahuannya luas dan dalam di tahun 1950, beliau diangkat sebagai Menteri Luar Negeri pada kabinet Presidentil.



Haji Agoes Salim yang memulai karier politiknya di tahun 1920, lahir dengan nama Mashudul, yang artinya ‘pembela kebenaran’, pada tanggal 8 Oktober 1884 di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat. Wafat di usia 70 tahun pada 4 November 1954.

Sahabat H.O S. Tjokroaminoto yang brilliant ini adalah mentor Buya Natsir dan dianggap sebagai bapak yang bijak oleh Bung Karno. Kejeniusannya sebagai diplomat menjadi buah bibir di tingkat antar bangsa.

Suatu kali ketika menjadi anggota Volkstraad, beliau ditegur ketika berpidato dalam bahasa Indonesia. Haji Agoes Salim menukas: “Saya memang pandai berpidato dalam bahasa Belanda. Tapi menurut peraturan Dewan, saya punya hak untuk mengeluarkan pendapat dalam bahasa Indonesia”.

Perdebatan berlangsung dengan Bergmeyer. Bergmeyer mengejek: “Apa kata ‘ekonomi’ dalam bahasa Melayu?” Dengan tangkas Haji Agoes Salim berkilah: “Coba tuan sebutkan dahulu kata ‘ekonomi’ itu dalam bahasa Belanda?” Bergmeyer ternganga. Seluruh peserta sidang gelak tertawa.






Dalam kejadian lain, di tahun 1927, Haji Agoes Salim diundang mengikuti kongres Islam di Mekah. Beliau dipersulit untuk mendapatkan paspor. Akhirnya berhasil memperolehnya di Surabaya. Tapi kapal Kongsi Tiga sudah bertolak. Mengetahui hal itu H.O.S Tjokroaminoto segera mengirim telegram Kepada perwakilan Kongsi Tiga di Jakarta yang bunyinya: “Jika kapal itu berangkat tanpa Haji Agoes Salim tahun depan tidak akan ada seorang pun jamaah haji yang akan berangkat dengan kapal Kongsi Tiga”.

Kapten kapal pun putar haluan menunda keberangkatan. Setelah berada di atas kapal Haji Agoes Salim bertanya kepada kapten: “Mengapa saya disambut dengan cara seperti itu? Bukankah saya hanya orang biasa?” Kapten kapal menjawab geram: “Kapal ini tidak akan menunda keberangkatannya kalau hanya untuk orang biasa!”

Ketika bekerja di konsulat Belanda di Jedah Konsul Belanda itu menyindir: “Salim, apakah engkau mengira bahwa engkau orang yang paling pintar di dunia?” Haji Agoes Salim menjawab tangkas: “Itu sama sekali tidak. Banyak orang yang lebih pintar dari saya, cuma saya belum bertemu dengan seorang pun dari mereka.” Karena jawaban itulah, maka; Alangkah girang hati konsul Belanda itu. Ketika Haji Agoes Salim harus pulang ke tanah airnya, Indonesia.






Sekarang, pejuang kemerdekaan Republik Indonesia itu telah berpulang. Pahlawan kebanggaan bangsa Indonesia itu telah pergi untuk selama-lamanya. Tapi jasa-jasanya akan terus dikenang sepanjang hayat di kandung badan.

Jakarta, 9 Maret 2015.

Sumber : https://moeflich.wordpress.com/2015/03/10/mengenang-the-grand-old-man/