Kelahiran merupakan peristiwa penting yang sangat diharapkan pasangan orang tua. Setelah lahir, biasanya sang ayah akan langsung mengumandangkan adzan dan Iqamah ke telinga anak yang baru dilahirkan. Biasanya adzan dikumandangkan pada telingan bagian kanan, sedangkan Iqamah dikumandangkan pada telinga kiri.
Hal ini sesuai dengan sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, dengan harapan anak tersebut tumbuh dalam kesalehan dan ketaatan kepada Allah. Namun, mengumandangkan Adzan dan Iqamah tidak hanya sebatas menjalankan anjuran Nabi SAW. Lebih dari itu, kegiatan ini ternyata berdampak medis yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
Ulama cendekiawan muslim dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, DR. Karyono Ibnu Ahmad mengatakan, saat sang ayah mengumandangkan adzan di telinga kanan, maka suara tersebut dapat merangsang saraf kecerdasan bayi untuk berfikir. Sedangkan iqamah yang dikumandangkan di telinga kiri, dapat merangsang kecerdasan emosi atau rasa si bayi. Namun hal ini harus disertai doa kepada Allah SWT.
Sementara itu, berdasarkan penelitan Mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang, As’ad Syamsul Arifin mengungkapkan adanya hubungan antara nilai edukasi dan pengaruh adzan di telinga bayi baru lahir. Dalam penelitian yang berjudul “Nilai-Nilai Edukatif dalam Hadits Nabi: Studi Analisis Terhadap Hadits Nabi tentang Adzan di Telinga Bayi” disebutkan bahwa hadits tentang adzan di telinga bayi yang baru lahir mengandung hikmah dan nilai-nilai pendidikan agama pada anak, terutama sekali pendidikan tauhid dan pendidikan ibadah.
Dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa adzan dapat memberikan dampak positif untuk membangun kecerdasan spiritual pada anak. Pasalnya saat bayi merupakan masa keemasan yang mampu mampu menerima informasi dengan mudah, dan informasi keagamaan yang disampaikan melalui adzan yang disenandungkan pada saat anak lahir akan terserap dengan baik dan kemudian informasi yang tersimpan di dalam otak anak itu akan mencuat kembali ketika ia mengalami atau mempelajari agama Islam di saat ia sudah mulai bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sehingga pada saat itu anak akan mudah menangkap informasi lanjutan tentang agama tersebut.
As’ad Syamsul Arifin mengatakan, Anak sejak dilahirkan sesungguhnya adalah merupakan mahluk yang jenius dan sudah semestinya bagi orang tua untuk memberikan segala informasi yang bermanfaat bagi anak agar kejeniusan tersebut tidak terpupus. Diantara keutamaan syariat Islam terutama bagi umat Islamnya sendiri, ialah bahwa syariat Islam telah menjelaskan tentang seluk beluk hukum dan dasar-dasar pendidikan yang berkaitan dengan anak.
Dengan demikian seorang pendidik akan dapat melaksanakan kewajiban terhadap anak secara jelas. Sungguh merupakan keniscayaan bagi setuap orang yang bertanggung jawab terhadap masalah pendidikan untuk melaksanakan kewajibannya secara sempurna sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah diletakan oleh Islam dan yang digambarkan oleh pendik pertama, Nabi Muhammad SAW.
Seyogyanya kewajiban mendidik anak sudah harus dimulai sejak masa dalam kandungan sebelum anak itu lahir ke dunia, bukan hanyya dilakukan setelah ia dewasa. Mendidik anak setelah dilahirkan dan berusia dewasa dikatakan oleh banyak ulama sudah masuk dalam kategori “terlambat”. Mereka, para ulama dan orang-orang sholih sudah jauh-jauh hari mulai memikirkan bagaimana mendidik anaknya kelak sejak sebelum pernikahan. Salah satunya dengan menentukan calon pasangan yang sholeh/ sholehah. Harapannya, tentu saja agar anaknya nanti dapat menjadi orang yang sholeh/ sholehah pula.
Hal ini sesuai dengan sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, dengan harapan anak tersebut tumbuh dalam kesalehan dan ketaatan kepada Allah. Namun, mengumandangkan Adzan dan Iqamah tidak hanya sebatas menjalankan anjuran Nabi SAW. Lebih dari itu, kegiatan ini ternyata berdampak medis yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
Ulama cendekiawan muslim dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, DR. Karyono Ibnu Ahmad mengatakan, saat sang ayah mengumandangkan adzan di telinga kanan, maka suara tersebut dapat merangsang saraf kecerdasan bayi untuk berfikir. Sedangkan iqamah yang dikumandangkan di telinga kiri, dapat merangsang kecerdasan emosi atau rasa si bayi. Namun hal ini harus disertai doa kepada Allah SWT.
Sementara itu, berdasarkan penelitan Mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang, As’ad Syamsul Arifin mengungkapkan adanya hubungan antara nilai edukasi dan pengaruh adzan di telinga bayi baru lahir. Dalam penelitian yang berjudul “Nilai-Nilai Edukatif dalam Hadits Nabi: Studi Analisis Terhadap Hadits Nabi tentang Adzan di Telinga Bayi” disebutkan bahwa hadits tentang adzan di telinga bayi yang baru lahir mengandung hikmah dan nilai-nilai pendidikan agama pada anak, terutama sekali pendidikan tauhid dan pendidikan ibadah.
Dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa adzan dapat memberikan dampak positif untuk membangun kecerdasan spiritual pada anak. Pasalnya saat bayi merupakan masa keemasan yang mampu mampu menerima informasi dengan mudah, dan informasi keagamaan yang disampaikan melalui adzan yang disenandungkan pada saat anak lahir akan terserap dengan baik dan kemudian informasi yang tersimpan di dalam otak anak itu akan mencuat kembali ketika ia mengalami atau mempelajari agama Islam di saat ia sudah mulai bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sehingga pada saat itu anak akan mudah menangkap informasi lanjutan tentang agama tersebut.
As’ad Syamsul Arifin mengatakan, Anak sejak dilahirkan sesungguhnya adalah merupakan mahluk yang jenius dan sudah semestinya bagi orang tua untuk memberikan segala informasi yang bermanfaat bagi anak agar kejeniusan tersebut tidak terpupus. Diantara keutamaan syariat Islam terutama bagi umat Islamnya sendiri, ialah bahwa syariat Islam telah menjelaskan tentang seluk beluk hukum dan dasar-dasar pendidikan yang berkaitan dengan anak.
Dengan demikian seorang pendidik akan dapat melaksanakan kewajiban terhadap anak secara jelas. Sungguh merupakan keniscayaan bagi setuap orang yang bertanggung jawab terhadap masalah pendidikan untuk melaksanakan kewajibannya secara sempurna sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah diletakan oleh Islam dan yang digambarkan oleh pendik pertama, Nabi Muhammad SAW.
Seyogyanya kewajiban mendidik anak sudah harus dimulai sejak masa dalam kandungan sebelum anak itu lahir ke dunia, bukan hanyya dilakukan setelah ia dewasa. Mendidik anak setelah dilahirkan dan berusia dewasa dikatakan oleh banyak ulama sudah masuk dalam kategori “terlambat”. Mereka, para ulama dan orang-orang sholih sudah jauh-jauh hari mulai memikirkan bagaimana mendidik anaknya kelak sejak sebelum pernikahan. Salah satunya dengan menentukan calon pasangan yang sholeh/ sholehah. Harapannya, tentu saja agar anaknya nanti dapat menjadi orang yang sholeh/ sholehah pula.