116. Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?.” Isa menjawab: “Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib-ghaib.” 117. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu”, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. (Al Maidah 116-117)
Didalam surat Al Maidah ayat 116 dan 117 dikisahkan bahwa Nabi Isa atau Yesus tidak pernah menyatakan diri atau ibunya sebagai Tuhan yang harus disembah. Bahkan dia menyatakan bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah dan dia mengajak para pengikutnya untuk menyembah hanya kepada Allah yang satu. Namun dalam perjalanan sejarah , beberapa ratus tahun kemudian ajaran Nabi Isa telah diubah oleh para pendeta , rahib , ahli kitab dan penguasa dimasa itu . Yesus yang semula sebagai Rasul telah mereka jadikan sebagai bagian dari Allah yang harus disembah. Kesesatan mereka terus berlanjut menjadikan Allah-Putra Allah(Yesus) dan Ruhul qudus sebagai satu kesatuan Tuhan (trinitas).
Pada tahun 325 M kurang lebih 300 tahun setelah Nabi Isa (Yesus) wafat, kaisar Romawi Constantine menghimpun 220 uskup pada konsili di Nicea. Konsili memutuskan mengutuk paham tauhid Arius yang mengesakan Allah dan mengumumkan kredo Arian yang dikenal dengan nama “Creed of Nicea” yang meresmikan Yesus sebagai bagian dari Tuhan Allah yang harus disembah. Yesus dan Allah adalah satu kesatuan. Isi kredo Nicea antara lain:
- Kami percaya akan satu Tuhan, Tuhan Yang Mahakuasa,
pencipta langit dan bumi, yang kelihatan maupun yang
tidak kelihatan.
– Kami percaya akan Yesus Kristus, anak tunggal Allah,
yang diturunkan oleh Allah Bapak, bukan diciptakan,
yang satu dengan Allah Bapak.
– Kami percaya akan Roh Kudus, Tuhan, pemberi kehidupan,
yang diturunkan dari Allah Bapak dan anak.
Yesus dinyatakan sebagai Tuhan dan Putra Allah , atau satu kesatuan dengan Allah dan Ruhul Qudus kurang lebih 300 tahun setelah ia wafat berdasarkan kesepakatan para tokoh gereja dan Raja dimasa itu. Keyakinan trinitas ini tetap hidup dan berjaya sampai sekarang. Al-Qur’an menyatakan orang yang percaya Yesus sebagai Tuhan atau kesatuan dari Allah adalah orang yang kafir sebagaimana disebutkan dalam surat Al Maidah ayat 72:
almaidah-72
72. Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (Al Maidah 72)
Berikut ini kami sampaikan sejarah pengangkatan Yesus sebagai Tuhan yang kami kutip dari website Topix.com mudah mudahan menambah wawasan kita
Sejarah pengangkatan Yesus sebagai Tuhan
Sebelum abad ke IV para pemimpin Gereja disibukkan dengan bagaimana memformulasikan hubungan yang tepat antara Allah dan Yesus. Hubungan tersebut berkisar pada kedudukan Tuhan sebagai Bapak, dan Yesus sebagai Anak Tuhan. Atau hubungan antara Allah sebagai Tuhan yang Mulia, Baka dan Sempurna dengan Logos dari Allah sebagai perantara Tuhan dan manusia. Oleh karena itu sampai dengan awal abad ke IV para pemimpin Gereja umumnya masih berpendirian bahwa Tuhan Allah adalah satu-satunya Tuhan yang wajib didembah. Kalau pun Yesus sudah mulai dikultuskan, masih dalam koridor Anak Allah atau Logos, dan bukan Tuhan. Arius misalnya, hanya mengakui Bapa (Allah) sebagai satu-satunya Tuhan, dan menganggap Yesus sebagai makhluk. Keadaan berubah secara drastis ketika Kaisar Romawi, Constantine, menyatakan masuk Kristen tahun 312 M. masuknya Kaisar ini disambut dengan semangat yang berapi-api oleh umat Kristen saat itu. Kaisar menetapkan Kristen sebagai agama Kerajaan. Walaupun hal ini disambut dengan gembira, beberapa kalangan saat itu mengkhawatirkannya.
Jalan menuju Ketuhan Yesus tidaklah mulus, malah penuh dengan pertumpahan darah. Namun ajaran Trinitas dari agama Mesir dan Babilonia, yang kemudian diidealkan oleh Plato, yang kemudian dianut oleh para pemimpin Gereja, menyebabkan lahirnya bibit-bibit pendukung Trinitas dalam Gereja Kristen. Mereka inilah yang berjuang mati-matian memasukkan ajaran Trinitas kedalam Kristen yang dimulai dengan upaya mempertahankan Yesus. Salah seorang tokohnya adalah Athanasius.
Ketika Constantine menjadi Kaisar Romawi, secara terbuka dia menyatakan diri sebagai pendukung Athanasius yang dianggapnya sesuai dengan latar belakang filsafat Yunani yang dia anut. Untuk menghabisi paham tauhid Arianisme, Kaisar menyarankan istilah “homoousios” yang pengertiannya adalah “Yesus satu zat denqan Allah”.
Athanasius dibesarkan di Mesir, daerah yang sangat subur ajaran Trinitasnya. Di Mesir penduduk menyembah tiga Tuhan dalam satu: Osiris, Isis dan Horus. Disamping itu, ajaran Filsafat Platonis dan Stoa juga berkembang pesat di Alexandria, dimana Athanasius tinggal mengidealkan Trinitas agama Mesir. Bagi Athanasius yang sudah terbiasa di alam tiga Tuhan, ajaran tauhid para pengikut Kristen saat itu dirasakannya sangat mengganggu. Oleh karena itu arus masuknya para penyembah berhala ke dalam Kristen serta didukung Kaisar Romawi untuk mengawinkan ajaran Kristen dengan ajaran penyembah berhala di kerajaan, dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Athanasius untuk menghabisi ajaran tauhid yang masih bercokol di kalangan Kristen. Menurut filsafat Yunani, walaupun Tuhan sangat ingin menyelamatkan manusia, namun tidak mungkin langsung dapat melakukannya. Untuk menyelamatkan manusia, Tuhan menggunakan perantara yakni Logos. Karena pemimpin Gereja menginginkan Yesus sebagai Logos, sehingga Yesus selanjutnya harus menduduki posisi Logos. Inilah yang diperjuangkan oleh Athanasius agar Yesus menduduki posisi baru sebagai Logos penyembah berhala yang akan menjalankan fungsi Anak Tuhan dan Juru Selamat.
Allah tidak pernah mengangkat Yesus sebagai Tuhan, Sebenarnya yang mengangkat Yesus sebagai Tuhan adalah orang-orang Kristen di Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). LAI melencengkan terjemahan “Kyrios” dan “Lord” dalam Injil.
Sekarang logikanya saja, untuk apa Allah membuat Tuhan???
Dalam agama Tauhid pernyataan ini tidak ada jawabannya. Tetapi bagi penyembah berhala Platonis dan Stoic, Tuhan yang mulia harus membuat Logos untuk menyelamatkan dunia yang berdosa.
Dalam Alkitab dengan jelas dapat dibedakan. Kalau ayatnya mengatakan Allah Juruselamat kita, berarti itu adalah sisa-sisa yang masih terdapat dalam Alkitab. Tetapi kalau ayatnya mengatakan Yesus Juru selamat kita berarti ajaran penyembah berhala telah merasuk dalam Alkitab.
Pada saat Lembaga Alkitab Internasiaonal menerjemahkan Alkitab bahsa Yunani kedalam bahasa Inggris, kata “Kyrios” yang berarti “Tuan/Boss” diterjemahkan menjadi “Lord” atau “Sir” yang juga berarti “Tuan/Boss”.
Misalnya :
Land Lord = Tuan Tanah
Drug Lord = Tuan/Boss Obat terlarang
Gambling Lord = Tuan/Boss Judi
Lord of the Universe = Tuan Alam Semesta (Tuhan).
Namun Lembaga Alkitab Indonesia bukannya menerjemahkan “Kyrios” dan “Lord” sebagai “Tuan” tetapi “Tuhan”. Memang untuk ini, LAI tidak perlu bekerja membanting tulang. Cukup dengan membubuhkan huruf “h” di tengah¬tengah kata “Tuan” maka sim salabim, seorang makhluk dalam sekejap berubah menjadi Khalik (Pencipta). Dengan cara ini Lembaga Alkitab Indonesia dengan sengaja telah merubah Yesus “Tuan/Pemimpin umat Israel menjadi “Tuhan yang olehnya segala sesuatu telah dijadikan”, persis seperti Logos penyembah berhala Platonis. Terjemahan yang dipaksakan ini akhirnya menjadi janggal di telinga mereka yang mendengarnya. Apalagi ketika kata “Tuhan” diterapkan kembali ke pasangan kata seperti diatas, maka artinya menjadi lain.
Land Lord tentu sudah tidak sama dengan Tuhan Tanah. Gambling Lord tentu sudah tidak sama dengan Tuhan Judi.
Kalau Lord of the Universe dapat saja berarti Tuan atau Tuhan, karena Tuan semesta alam adalah Tuhan. Disinilah letak ketidak-jujuran Lembaga Alkitab Indonesia dalam menerjemahkan Alkitab dengan benar.
Sebagaimana diketahui, kata Tuan digunakan untuk manusia, terkecuali Tuan semesta alam adalah Tuhan. Tetapi kata “Tuhan” sudah jelas tidak digunakan untuk manusia, terkecuali bagi para penyembah berhala.
Peratikanlah kejanggalan terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia atas kata “Kyrios” dan “Lord” yang diterjemahkan sebagai Tuhan.
“Tuhan, Enqkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam…” (Yohanes 4:11)
“Tuhan, nyata sekarang padaku bahwa Engkau seorang Nabi” (Yohanes 4:19) “Siapakah Engkau, Tuhan?” (Kis. 9:5)
Coba bayangkan, untuk apa timba bagi Tuhan? Yang perlu timba hanyalah manusia! Selanjutnya, dari mana perempuan Samaria tahu bahwa yang perlu timba dihadapannya adalah Tuhan Penguasa Alam Semesta? Sungguh aneh, untuk “memberi makan 5.000 orang” Tuhan mampu, sementara untuk memperoleh seteguk air saja, Tuhan harus menunggu diberi timba.
Perhatikanlah ayat berikut ini (Yohanes 4:11) dalam teks bahsa Inggris di berbagai versi Alkitab :
1. “Sir,” the woman said,’you haven’t qot a bucket…”
(Good News Bible, 1976)
2. “The woman saith unto him, Sir, thou hast nothing to draw with…”
(Holy Bible Authorized King James Version)
3. “Sir” she challenger him, “You do not have bucket…”
(The New Testament of the New American Bible, 1970)
4. “She said to him: “Sir, you have not even a bucket…”
(The Kingdom Interlinear Translation of The Greek Scroptures, 1985)
5. “The woman said to Him, “Sir, you have nothing to draw with,…”
(New Tastament, Psalms, Proverbs, 1982)
6. “The woman saith unto him, Sir, thou hast nothing to draw with…”
(The First Scofield Reference Bible, 1986)
Dari ayat-ayat yang dikutip dari berbagai versi Alkitab bahasa Inggris diatas, nyata dan jelas bahwa penggunaan kata Sir adalah identik dengan kata Lord yang artinya Tuan, bukan Tuhan (God)!
Perlu disadari bahwa tidak ada satu pun kamus bahasa inggris di muka bumi ini yang menerjemahkan kata “Sir” sabagai “Tuhan”!
Dalam Yohanes 4:19, perempuan Samaria tersebut menyebut Tuhan sebagai orang yang artinya menyamakan Tuhan Pencipta (Khalik) dengan yang dicipta (makhluk). Padahal dalam berbagai versi Alkitab berbahasa Inggris Yesus dalam ayat ini disapa dengan Sir atau Tuan, bukan Tuhan!
Yang lebih aneh lagi adalah pertanyaan Paulus dalam Kis.95. “Siapa Engkau, Tuhan?”. Kalau Paulus benar-benar bertanya demikian, kita tentu wajar mempertanyakan: Apakah Paulus sudah pikun atau tidak waras?”. Lucu amat Paulus sebagai pendiri agama Kristen tidak tahu dan masih bertanya siapa Tuhannya. Ini sungguh keterlaluan!
Tetapi kalau kata “Kyrios” atau “Lord” diterjemahkan dengan kata “Tuan”, kan enak dan pas dibaca.
“Tuan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam…” (Yohanes 4:11)
“Tuan, nyata sekaranq padaku bahwa Engkau seoranq Nabi” (Yohanes 4:19)
“Siapakah Engkau, Tuan?” (Kis. 9:5)
Camkanlah istilah tepat yang digunakan Yesus untuk dirinya sendiri.
“Janqanlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias (Yesus)” (Matius 23:10)
Kalau memang Yesus adalah Tuhan tentu beliau akan berkata: “Janganlah pula kamu disebut Tuhan, karena hanya satu Tuhanmu yaitu diriku (Yesus)”
Oleh karena itu sangat menyedihkan betapa tokoh besar seperti Hamran Ambrie bisa keliru dan disesatkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia. Padahal maksud ayat tersebut adalah: “Allah menjadikan Yesus sebagai tuan/pemimpin dan rasul untuk Bani Israil.
Lalu Kapan S. K. Ketuhan Yesus ditetapkan, dan oleh siapa?
S.K. Ketuhan Yesus ditetapkan pada konsili di Nicea tanggal 20 Mei 325M. Kaisar Romawi Constantine, menghimpun 220 uskup di Nicea tahun 325. Sebagian besar mereka berasal dari Gereja bagian Timur yang mendukung Athanasius. Kosili memutuskan mengutuk paham tauhid Arius dan mengumumkan kredo (creed) anti Arian yang dikenal dengan nama “the Creed of Nicea”. Dalam konsili inilah diterbitkan S.K. Ketuhan Yesus dan sejak saat itu Yesus diresmikan sebagai Tuhan, malah sekaligus ditetapkan sebagai Tuhan yang sesungguhnya (true God), 300 tahun setelah Yesus tiada. Dalam konsili inilah Kaisar Romawi menetapkan bahwa Yesus satu zat dengan Allah (Homoousios).
“He (Jesus) is God from God, Light from Light and true God from true God”
(Dia (Yesus) adalah Tuhan yang berasal dari Tuhan, Cahaya yang berasal dari Cahaya, dan Tuhan Sesungguhnya yang berasal dari Tuhan yang sesungguhnya)
Sejak saat itulah Tuhan menjadi dua yakni Tuhan Allah dan Tuhan Yesus yang harus dipercayai bahwa keduanya bersatu padu dalam satu zat (homoousios) sebagaimana yang diputuskan oleh Kaisar Romawi.
Apakah ada ketetapan resmi untuk menyembah Yesus sebelum abad ke IV?
Belum ada! Dalam kitab “Shepherd of Hermes” nama Yesus sama sekali tidak disebut-sebut.
• “First of all( belive that God is one, who hs made all thing, bringing them out of nothing into being”.
(Pertama-tama percayalah bahwa Tuhan itu Esa, yang menciptakan segala makhluk, dari tidak ada menjadi ada)
Selanjutnya dalam Apostle Creed yang menurut Gereja ditulis oleh para rasul diperkirakan ditulis pada akhir abad ke II, ada menyebut nama Yesus, tetapi bukan sebagai Tuhan yang disembah.
“And in Jesus Christ, his onl y Son, our Lord…”
(Dan di dalam Yesus Kristus, anaknya yang tunggal, tuan kita)
Kredo ini telah mengalami beberapa kali tambahan dan perubahan sepanjang abad ke IV dan ke V untuk disesuaikan dengan perkembangan ajaran kristen.
Kesulitan apakah yang dihadapi Gereja sehingga dibutuhkan waktu sekian ratus tahun untuk mengangkat status Yesus dari sekedar Nabi menjadi “Tuhan penguasa alam semesta”?
Pertama, di abad pertama perkembangan agama Kristen, persoalan yang cukup berat muncul di permukaan. Bagaimana caranya agar Tuhan Filsafat Yunani yang Mulia, dan sempurna, dapat menyelamatkan manusia yang berdosa dan tidak sempurna. Untuk mengatasi hal ini, logos filsafat Yunani digunakan sebagai perantara Tuhan dan manusia. Beberapa ahli pikir Yunani yang memeluk agama kristen memandang Yesus sebagai Logos filsafat Yunani (Frost, 1989).
“Firman itu telah menjadi manusia dan diam diantara kita…” (Yohanes 1:14)
“…Kristus Yesus yanq walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah, itu sebaqai milik yanq harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seoranq hamba dan menjadi sama denqan manusia” (Filipi 2:5-7)
Tetapi karena Logos bukan Tuhan sehingga otomatis Yesus pun bukan Tuhan.
Kedua, ketika Gereja mulai berusaha mengangkat status Yesus menjadi Tuhan, problem lain tampil ke permukaan. Bagaimana caranya mengangkat status Logos yang lebih rendah dari Tuhan ini menjadi setara dengan Tuhan. Untuk mengatasi hal ini, Gereja memperkenalkan ide Logos (Firman) adalah Tuhan Allah.
“Pada mulanya adalah Firman Logos Firman Logos itu bersama-sama dengan Tuhan dan Firman Logos itu adalah (dari) Allah. la Logos pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia Logos dan tanpa Dia (Logos) tidak ada sesuatu pun yanq telah jadi dari seqala yanq telah dijadiakan” (Yohanes 1:1-3)
Paham penyembah berhala ini digunakan sebagai senjata pamungkas oleh para penginjil (Termasuk Hamran Ambrie) untuk membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan dengan menempatkan Yesus sebagai Logos penyembah berahala. Dengan demikian, tuhan Allah (yang “katanya” adalah Logos) yang berada di sorga sudah turun ke bumi mengambil bentuk manusia dalam diri Yesus.
Dalam buku “Keilahian Yesus Kristus dan Allah Tritunggal”, hal 94, Hamran Ambrie mengatakan:
“Dulu wahyu melalui mimpi etc. disebut Firman, tetapi kemudian (setelah ajaran Kristen dicemari filsafat Yunani), Firman itu sendiri menjadi daging kehiduopan melalui kelahiran seorang manusia Maria, maka penyebutan firman itu pun berubah menjadi “Anak Allah”.
Catatan : tambahan dalam kurung dimaksudnya untuk memperjelas.
Konsep penyembahan berhala sudah ranum ini, akhirnya tersaji dalam SK Ketuhanan Yesus yang disponsori bersama oleh Kaisar Romawi, Constantine dan para pemimpin Gereja pada Konsili di Nicea 20 Mei 325 M.
Dapatkah kita menganggap the Creed of Nicea sebagai formulasi dan definisi Trinitas?
Tidak! Karena Konsili tidak pernah menganggap Roh Kudus sebagai Tuhan atau sesuatu yang harus disembah. Dalam konsili tersebut tidak pernah dibahas tentang Roh Kudus. Nanti belakangan, Gereja kemudian menambahkan kalimat tentang Roh Kudus dalam kredo tersebut (Karen Armstrom 1993). “And in the holy Spirit” (Dan dalam Roh Kudus).
Lalu siapa yang pertama memberikan perhatian serius terhadap status Roh Kodus?
Athanasius!
Sampai dengan pertengahan abad ke IV perhatian Gereja dicurahkan pada bagaimana bentuk dan corak hubungan antara Bapa (Tuhan) dan Anak (Yesus). Kalimat yang baru ditambahkan dalam Kredo: dan dalam Roh Kudus, memperlihatkan betapa kecilnya perhatian yang diberikan terhadap status Roh Kudus. Dalam tulisannya “Oration Aqainst the Arians 2:24, 33″, athanasius mempromosikan ketuhanan Yesus tanpa menyinggung-nyinggung Roh Kudus. Selanjutnya pada suratnya kepada Serapion berubahlah dia berbicara tentang status Roh Kudus.
S.K. untuk menyembah Roh Kudus di tetapkan?
Pada Konsili di Konstantinople yang didelenggarakan dari bulan Mei s/d Juli 381M. Konsili ini dapat dikatakan Konsili para pemimpin Capadocian yang mendukung Trinitas. Gregory dari Nazianzus (329-389M), yang merupakan tokoh Capadocian memperkenalkan formula Trinitas dalam bukunya “Five Theological Oration”, hal. 39:
“…. Godhead is one in three and the three are one…. ”
(Kesatuan Tuhan itu adalah satu dalam tiga dan ketiganya adalah satu)
Dia memainkan peranan penting dalam menggolkan ajaran Trinitas dalam konsili. Kaisar Theodorius yang merupakan pendukung Ketuhanan Yesus ingin sekaligus menghabisi paham Tauhid Arius. Dalam konsili inilah untuk pertama kali dinyatakan bahwa Roh Kudus harus disembah.
“And in the Holy Spirit, the Lord and life giver, who proceeds from the Father. Toqether with the Father and the son he is worshipped and glorified”.
(Dan dalam Roh Kudus, Tuan dan pemberi hidup, yang datang dari bapa. Bersama dengan Bapa dan Anak dia disembah dan dimuliakan).
Jadi, apakah Konsili di Constantinople memutuskan bahwa Roh Kudus adalah Tuhan?
Tidak! Walaupun dalam Konsili ini Roh Kudus dinyatakan sebagai obyek yang disembah, tetapi belum dinyatakan sebagai Tuhan.
Konsili ini juga dihadiri oleh 36 Uskup Macedonia yang menentang keras segala bentuk penyenbahan terhadap Roh Kudus. Mereka berpendirian bahwa Roh Kudus hanyalah makhluk ciptaan Tuhan. Oleh karena itu dia bukan Tuhan, sehingga tidak perlu disembah. Namun karena para uskup Capadocia jumlahnya lebih banyak sehingga para uskup Macedonia kalah. Dalam penentuan apakah Roh Kudus adalah Tuhan atau tidak, bantahan mereka masih didengar. Namun ketika para uskup Capadocia ngotot untuk menyembah Roh Kudus, akhirnya para uskup Macedonia menyerah dan meninggalkan ruangan konsili (walk out).
Lalu kapan ide lengkap tentang Trinitas pertama kali dijelaskan oleh Athanasius?
Antara tahun 359-360M ketika Athanasius didesak untuk menghadapi kelompok Tropici dari Mesir yang mengajarkan bahwa Roh Kudus hanya sekedar makhluk yang diciptakan dari tidak ada menjadi ada. Uskup mereka, Serapion, yang tidak mampu menghadapi mereka meminta tolong pada Athanasius. Dalam suratnya “Letter to Serapion”, Atahnasius untuk pertama kalinya menjelaskan secara detail tentang Teologi Trinitas.
Apakah Athanasian Creed merupakan formulasi yang ditampilkan oleh Athanasius kepada Serapion?
Tidak! Athanasian Creed bukanlah sebuah kredo dan juga tidak ditulis oleh Athanasius. Gereja yang tidak tahu siapa penulis Athanasian Creed, menganggapnya di tulis oleh Athanasius hanya karena dia dianggap sebagai pencipta ajaran Trinitas.
Athanasian Creed yang diperkirakan ditulis pada abad ke VI menetapkan sesuatu yang dapat dianggap sebagai formulasi dan fefinisi akhir dari Trinitas. Ketetapan penting yang tercantum dalam Kredo ini adalah diumumkannya S.K. Ketuhanan Roh Kudus.
“Thus the Father is God, the Son is God, and the Holy Spirit is God. Yet there are not three God but only one God”.
(Bapak adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan dan Roh Kudus adalah Tuhan. Namun bukan tiga Tuhan tetapi hanya satu Tuhan.)
Yesus sama sekali tidak dapat menerima mereka yang menyembahnya, dengan mengikuti ajaran penyembah berhala yang di ajarkan manuasia (Plato dan Zeno). Sementara Yesus sendiri mengajarkan pada umat Israel untuk hanya menyembah Allah.
“Bangsa ini memuliakan aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaku. Percuma mereka beribadah kepadaku, sedangkan a jaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia” (Matius 15:8-9)
Berbagai kredo yang dihasilkan oleh konsili bukan merupakan penjelasan atau konfirmasi dari Allah atau Yesus tentang siapa Tuhan sebenarnya, melainkan sekedar pertarungan antar pendapat yang selalu dimenangkan oleh kelompok yang didukung Kaisar. Hal ini dijelaskan oleh Uskup John Shelby Spong dalam bukunya: Why Christian must Change or Die, 1998, hal 18.
“The purpose of every written creed historically was not to clari f y the truth o f God. It was, rather, to rule out some contending point o f view.”
(Tujuan dari setiap kredo (yang dihasilkan di setiap konsili) bukan untuk menjelaskan siapa sesungguhnya Tuhan, tetapi sekedar untuk menyingkirkan pendapat yang tidak sejalan (dengan yang dianut Kerajaan dan Gereja)
Oleh karena itu Yesus tidak punya urusan dengan ajaran maupun definisi Trinitas sebagaimana yang dianut oleh umat Kristiani saat ini. Yesus tidak pernah mengajarkan Trinitas kepada murid-muridnya, apalagi bermimpi bahwa dirinya adalah oknum kedua dari Trinitas. Hal ini ditegaskan oleh A.N.Wilson dalam bukunya Jesus A Live, 1992, hal XIV:
“I had to admin that I found it impossible to believe that a f irst century Galilean holy man (Jesus) had at any time o f his li f e believed himsel f to be the Second Person o f the Trini ty. ”
(Saya harus mengakui bahwa memang musthahil untuk mempercayai bahwa orang suci dari Galilea di abad I (Yesus) pernah sekali saja dalam hidupnya merasa dirinya sebagai oknum kedua dari Trinitas)
Gerejalah yang menciptakan Matius 28:19 dan menyuapkannya kepada Yesus untuk diucapkan.
“Karena itu pergilah, jadikanlah senua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”.
Apa yang diajarkan oleh Yesus adalah tauhid (Ke-Esa-an Allah).
Filsafat Platonis dan Stoic yang diajarkan Plato (?-347 SM) dan Zeno (?-263 SM) tentang Logos menjadi jembatan untuk mempertuhankan Yesus menuju konsep Trinitas yang dinanti-nantikan para penyembah berhala untuk dikawinkan dengan ajaran Kristen. Ajaran tiga Tuhan dalam satu yang dianut para penyembah berhala inilah yang menginspirasi para pemimpin Gereja unutk mengembangkan ajaran tersebut dalam Kristen. Upaya para pemimpin Gereja yang saat itu dikenal dengan golongan Apologis untuk mengawinkan ajaran filsafat Yunani dengan ajaran Kristen dijelaskan oleh Paul Tilich dalam bukunya A History of Christian Thought sebagai berikut:
“The Apologist arose to attempt a joining of Christianity dan Greek thought”
(Para pemimpin Gereja yang umumnya Aplogis (mereka yang ingin mengawinkan filsafat Yunani dengan ajaran Kristen) bangkit untuk mencoba mengawinkan ajaran Kristen dengan filsafat Yunani)
Di satu pihak umat Kristen memiliki Yesus yang diambil dari Yahudi, sememtara dipihak lain, para pengikut ajaran Platonis dan Stoic memiliki Logos yang diambil dari Plato (?-347 SM) dan zeno (?-263 SM). Hasil akhir dari perpaduan keduanaya yang diterima oleh umat Krsistiani adalah Logos Yesus. Yesus bukan lagi sekedar seorang Nabi Isa untuk bani Israel, tetapi sudah berubah menjadi
Yesus baru yang penuh dengan embel-embel Platonis dan Stoic- Yesus Kristus anak Allah, perantara antara Tuhan dan manusia, Tuhan dan juru selamat.
Athanasius kemudian menambahkan satu Tuhan lagi yakni Roh Kudus untuk melengkapi Ketuhanan Kristen menjadi Tiga dalam Satu (Trinitas), persis seperti ajaran Ketuhanan Agama Mesir, dimana Athanasius berdomisili.
Pengaruh agama Mesir terhadap Kristen dijelaskan oleh Cave sebagai berikut:
“The Trinity was a major preoccupation of Egytian theologians…. Three gods are combinet and treated as single being, addressed in the singular. In this way the spiritual force of Egyptian religion shows a direct ling with Christian theology”
(Trinitas merupakan paham utama para penganut agama Mesir…. Tiga Tuhan bersatu dan diperlakukan sebagai satu, yang disebut esa. Dalam hal ini nampak kekuatan spiritual agama Mesir yang langsung mempengaruhi agama Kristen)
Apa saja yang ditetapkan oleh Kaisar Romawi dan para pemimpin Gereja dianggap benar, sah dan berlaku untuk umat pada saat itu. Kebenaran dalam Kristen berubah dari satu konsili ke konsili lainnya. Kebenaran sangat tergantung kepada golongan mana yang mayoritas dalam konsili, atau golongan mana yang didukung oleh Kaisar Romawi. Oleh karena itu, kutuk mengutuk dalam setiap konsili merupakan hal yang lumrah. Ignatius dalam suratnya kepada orang-orang Smyrna mengatakan:
“Where the bishop is, there the congregation should be Prophets who appear may be riqht or wrong, but the bishop is right, because the bishop were the representative of the true doctrine”
(Apa saja pendapat sikap uskup, jemaat harus mengikutinya. Para Nabi boleh benar atau salah, tetapi uskup selalu benar, karena uskup adalah yang mewakili ajaran yang benar)
Keputusan-keputusan Gereja yang di luar ajaran Yesus dilindungi oleh hukum keimanan (regulafidei). Apa yang sudah diyakini dan diucapkan oleh pemimpin Gereja menjadi hokum yang mutlak berlaku, walaupun tidak ada dasarnya atau tidak sejalan dengan Alkitab.
Alhasil ajaran Trinitas tumbuh subur dan berkembang dari satu konsili ke konsili lainnya, bukan karan ajaran Trinitas merupakan ajaran yang dipetik dari ajaran murni Yesus, tetapi karena kaisar Romawi mendukung ajaran ini menjadi ajaran resmi kerajaan.
Mereka hidup siang malam dengan Yesus. Saudara-saudaranya, ibunya, familinya melihat Yesus lahir dan tumbuh sebagai seorang bayi. Dalam kenyataan seperti itu, mereka tentu tidak mungkin membayangkan bahwa yang menangis dalam ayunan atau basah guritanya adalah Tuhan yang pernah berpartisipasi dalam penciptaan jagat raya atau penguasa alam semesta. Begitu pula murid-murid seta para pengikutnya. Mereka melihat Yesus sebagai seorang Rabi (guru) mengajarkan Taurat dan berkhotbah di rumah ibadat setiap hari sabtu. Dari berbagai sumber yang dapat diperolah, tidak satu pun pertanda
bahwa Yesus pernah disembah sebagai Tuhan di Rumah Ibadat. Murid dan pengikutnya mengenal dirinya sebagai pemimpin mereka, sebagai tuan mereka, malah sebagai nabi, tetapi sama sekali mereka tidak akan pernah menganggap bahwa yang naik berkhotbah di mimbar adalah “Tuhan penguasa alam semesta.”
“Dan mereka berusaha menangkap Dia, tetapi mereka takut kepada oranq banyak karena orang banyak itu mengangap dia nabi”.(Matius 21:46)
Yesus telah mengajarkan syahadah sebagai pegangan bagi murid-murid dan pengikut-pengikutnya agar tidak tercampak ke neraka.
“Inilah hidup yang kekal itu (masuk sorqa), yaitu bahwa mereka menqenal Engkau (Allah) satu-satunya Tuhan yang benar. Dan mengenal Yesus Kristus yang Engkau utus”.(Yohanes 17:3)
Apakah benar bahwa Yesus bukan Tuhan yang harus di sembah?
Jawab Ya, benar!
1. Yesus mengajari umatnya agar hanya menyembah Allah. Dia tidak pernah memerintahkan murid-muridnya untuk menyembah dirinya dengan alasan bahwa Allah berada di dalam dirinya.
“Engkau harus menyembah Tuhan Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah Engkau berbakti” (Matius 4:10)
” Karena itu berdoalah demikian:’Bapa kami yang di sorga”‘(Matius 6:9)
2. Yesus adalah guru Yahudi yang mengajarkan Taurat untuk hanya menyembah Tuhan Allah.
“Denqarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa”.(Markus 12:29)
Kata “Tuhan itu Esa” berarti Tuhan tidak ada dalam diri Yesus. Andaikata Tuhan itu adalah dirinya, atau ada dalam dirinya, maka dengan tegas beliau akan mengatakan “Tuhan ini” sambil menunjuk dirinya.
3. Ketika Yesus akan ditangkap di taman Getsemani semua muridnya lari meninggalkan beliau.
“Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri” (Markus 14:50)
Coba bayangkan! Ketika “Tuhan” dalam keadaan genting mereka semua lari meninggalkan dia. Kepada siapa murid-muridnya mencari perlingdungan? Kepada setan? Bukankah yang mereka tinggalkan adalah Tuhan? Padahal “katanya” segala kuasa di sorga dan di bumi telah diserahkan oleh Tuhan Allah kepada “Tuhan” Yesus?(Matius 28:18)
Kalau memang murid-murid Yesus yakin bahwa Yesus adalah Tuhan Penguasa Alam Semesta, dimana segala kuasa disorga dan di bumi sudah diberikan kepada beliau, untuk apa mereka lari?
Ini ikut membuktikan bahwa Matius 28:18 adalah ayat palsu yang tidak pernah diucapkan oleh Yesus.
Disinilah akal sehat yang dianugrahkan Allah perlu digunkan untuk menyaring mana yang masuk akal, mana yang tidak. Kalau Tuhan berkehendak, sekali tiup saja, tentara Romawi sudah berterbangan seperti kertas di hembus badai.
Tetapi tidak! Mereka menyadari bahwa Yesus adalah pemimpin mereka. Namun mereka tidak pernah menganggap Yesus sebagai Tuhan yang mereka sembah. Buktinya dalam keadaan kepepet, mereka lebih memilih menyelamatkan diri dan membiarkan “Tuhan” mereka ditangkap dan dihukum salib oleh tentara Romawi.
Syahadat Nicea:
Credo in unum Deum, Patrem Omnipotentem
Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang Maha Kuasa,
factorem caeli et terrae, visibilium omnium et invisibilium.
Pencipta langit dan bumi dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan
Et in unum Dominum Iesum Christum, Filium Dei Unigenitum,
Dan akan Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang Tunggal,
Et ex Patre natum ante omnia saecula. Deum de Deo, lumen de lumine,
Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad. Allah dari Allah, terang dari terang.
Deum verum de Deo vero. Genitum, non factum, Consubstantialem Patri
Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakekat dengan Bapa
per quem omnia facta sunt.
segala sesuatu dijadikan olehnya.
Qui propter nos homines et propter nostram salutem descendit de caelis.
Ia turun dari sorga untuk kita manusia, dan untuk keselamatan kita.
Et incarnatus est de Spiritu Sancto
dan Ia menjadi daging oleh Roh Kudus
ex Maria virgine et homo factus est.
dari Perawan Maria dan menjadi manusia.
Crucifixus etiam pro nobis sub Pontio Pilato,
Ia pun disalibkan untuk kita waktu Pontius Pilatus
passus et sepultus est.
Ia wafat kesengsaraan dan dimakamkan.
Et resurrexit tertia die secundum Scripturas.
Pada hari ketiga Ia bangkit, menurut Kitab Suci.
et ascendit in caelum, sedet ad dexteram Patris.
Ia naik ke sorga, duduk di sisi kanan Bapa
Et iterum venturus est cum gloria, iudicare vivos et mortuos,
Ia akan kembali dengan mulia, mengadili orang yang hidup dan yang mati;
cuius regni non erit finis.
KerajaanNya takkan berakhir.
Et in Spiritum Sanctum, Dominum et vivificantem,
Aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan;
qui ex Patre (Filioque)* procedit.
Ia berasal dari Bapa (dan Putra)*
Qui cum Patre et Filio simul adoratur et conglorificatur:
Yang serta Bapa dan Putra, disembah dan dimuliakan.
qui locutus est per prophetas.
Ia bersabda dengan perantaraan para nabi
Et unam, sanctam, catholicam et apostolicam Ecclesiam.
Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katholik* dan apostolik.
Confiteor unum baptisma in remissionem peccatorum.
Aku mengakui satu pembaptisan akan penghapusan dosa.
Et expecto resurrectionem mortuorum,
Aku menantikan kebangkitan orang mati,
et vitam venturi saeculi. Amen.
dan kehidupan di akhirat. Amin.
Ribet….just make it simple like:
Asyhaaduallaillahaillallah Waasyhaduannamuhammadarrasulu llah