Ditulis oleh: Dr. Laurence Brown dari leveltruth.com
Sebagian orang mengatakan Yesus memiliki sifat keilahian karena dia melakukan mukjizat. Para penganut Kristen Unitarian dan juga Muslim mempercayai bahwa Yesus memang melakukan mukjizat, tetapi atas kehendak Tuhan dan bukan dari kekuatan yang dimiliki dirinya sendiri. Mari kita lihat ayat dari Kisah Para Rasul 2:22:
"Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu." (Kisah Para Rasul 2:22)
Sesuai dengan ayat Bibel di atas dan Al-Qur’an, umat Islam meyakini bahwa mukjizat Yesus dilakukan atas kuasa Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an,
“(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai 'Isa putra Maryam, ingatlah ni'mat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan ijin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku.” (Quran 5: 110)
Menurut perspektif Islam, mukjizat diberikan Tuhan kepada Yesus sebagai tanda-tanda kenabiannya, dan bukan berarti dia memiliki sifat ketuhanan. Banyak hadist yang meriwayatkan berbagai mukjizat yang dilakukan Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam dengan kesahihan sejarah yang lebih tinggi daripada yang tercatat dalam manuskrip Bibel. Sementara ilmu menilai kesahihan hadits dianggap sebagai salah satu ilmu yang mengagumkan dalam melestarikan sejarah, di sisi lain, banyak sekali ketidakakuratan sejarah dalam Bibel. * Sebagai contoh, tidak diketahui siapa saja penulis sebagian besar kitab dalam Bibel (termasuk Gospel), tidak jelas pada periode kapan mereka menulis, dan sumber dari informasi-informasi yang terkandung dalam Bibel bersifat ambigu. Masalah-masalah ini pernah saya bahas dalam artikel-artikel saya sebelumnya (lihat bagian akhir dari artikel ini untuk membacanya), tetapi hanya sebagai contoh, mari kita periksa kisah pengkhianatan Yudas kepada Yesus. Siapa penulis kisah tersebut, dan mengapa kita harus percaya padanya? Apakah ia hadir pada saat pengkhianatan itu terjadi? Jika tidak, maka dari mana ia mendapatkan informasi itu? Dan jika dia memang mengetahui informasi itu, namun dia tidak memberitahukan Yesus, maka bukankah dia sama jahatnya seperti Yudas? Dan kalau demikian, apakah dia bisa dipercaya sebagai penulis Bibel?
Terdengar konyol? Mungkin. Tapi sekali lagi, bukankah lebih konyol untuk mempercayai doktrin penebusan dosa dari berbagai Gospel dan teks-teks yang tidak diketahui asalnya dan penulisnya?
The Jesus Seminar (Seminar Yesus) mungkin adalah salah satu upaya yang paling jujur dan tulus dari dewan ekumenis sarjana-sarjana Kristen untuk menentukan kesahihan/keaslian tindakan-tindakan dan perkataan-perkataan Yesus. Namun mereka menentukannya melalui voting! Dua ribu tahun setelah misi Yesus selesai, hampir dua ratus sarjana Kristen mengumpulkan suara untuk bersepakat mengenai keaslian perkataan dan sejarah Yesus dengan menggunakan huruf berwarna-warni. Misalnya, sehubungan dengan kata-kata Yesus, penjelasan dari huruf berwarna-warni itu adalah sebagai berikut:
- Merah berarti Yesus memang mengatakan hal tersebut atau sesuatu yang mirip dengan itu.
- Pink berarti Yesus mungkin mengatakan sesuatu seperti itu, meskipun kata-katanya telah diubah.
- Abu-abu berarti hal tersebut bukanlah kata-katanya, tetapi gagasan yang terkandung di dalamnya hampir mirip dengan gagasan Yesus sendiri.
- Hitam berarti Yesus tidak mengatakan itu, dan kata-kata tersebut adalah perkataan atau perspektif komunitas Kristen di masa kemudian. [1]
Komite Kristen lainnya telah berusaha untuk menilai keaslian teks Bibel dengan metodologi yang serupa. Para editor dari United Bible Societies yang menulis 'The Greek New Testament: Second Edition’ menggunakan metode sebagai berikut:
Dengan menggunakan huruf A, B, C, dan D, dalam "tanda kurung" {} Komite Kristen tersebut berusaha untuk menganalisis tingkat keaslian teks Bibel, berdasarkan pertimbangan internal serta bukti-bukti eksternal. Huruf A menandakan bahwa teks tersebut adalah asli, sementara B menunjukkan bahwa ada sedikit keraguan. Huruf C berarti bahwa ada cukup keraguan apakah teks tersebut telah dipalsukan, sementara D menunjukkan bahwa ada tingkat keraguan yang sangat tinggi tentang kepalsuan teks tersebut. [2]
Bruce M. Metzger menjelaskan menggunakan metodologi yang sama dalam bukunya A Textual Commentary in The Greek New Testament. Dia menulis, "Bahkan di antara teks berlabel {D} kadang-kadang tidak ada satu pun kata-katanya yang asli, dan karena itu satu-satunya jalan adalah dengan mempublikasikan teks yang tidak memuaskan tersebut." [3]
Sekarang berdasarkan fakta tersebut, apakah anda masih merasa nyaman mempercayai Bibel sebagai kitab penyelamat umat manusia? Betapa menyedihkannya hal ini! Dibandingkan dengan sistem penilaian kesahihan hadits yang sangat canggih, sistem klasifikasi dengan tinta berwarna dan huruf A-B-C-D ini cukup mengkhawatirkan.
Metode pencatatan sejarah sangat diperlukan, karena ketika seseorang mendengar kisah-kisah-- bahkan kisah yang terpercaya sekalipun -- pertanyaan pertama yang diajukannya biasanya adalah "Dari mana kau mendengar kisah itu?" Cara memastikan bahwa suatu data historis itu asli atau tidak adalah dengan mengidentifikasi dan memverifikasi sumbernya. Al-Qur’an dan banyak dari hadist yang diriwayatkan memenuhi derajat tertinggi dalam hal penilaian keaslian dan sumbernya. Namun sebagian besar dari ayat-ayat Bibel tidak demikian. *
Mukjizat yang dilakukan oleh Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam sama banyak dan sama mengesankannya seperti yang dilakukan Yesus, dan juga disaksikan oleh banyak orang dan dicatat oleh sejarah. Jadi sebagaimana mukjizat yang dilakukan Musa, Elia, dan Muhammad tidak berarti mereka memiliki sifat ketuhanan, demikian juga dengan Yesus.
Mari kita lihat beberapa contohnya:
1. Yesus memberi makan ribuan orang dengan beberapa ikan dan beberapa potong roti. Tetapi Elia makan seratus orang dengan dua puluh roti jelai dan beberapa bulir jagung (2 Raja-raja 4:44); memberikan seorang janda aliran minyak yang berlimpah dari bejana-bejana sehingga janda tersebut mampu melunasi utangnya, menyelamatkan putranya dari perbudakan, dan hidup dengan makmur (2 Raja-raja 4: 1-7); dan menjadikan segenggam tepung dan bejana-bejana minyak menjadi tidak habis-habis, sehingga seorang janda dan anaknya bisa makan selama beberapa hari, dan juga "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang"(1 Raja-raja 17: 10-16). Jadi, apakah itu membuat Elia mempunyai sifat ketuhanan? Hadist juga mencatat bahwa Muhammad memberi makan orang banyak dengan segenggam kurma pada suatu ketika, kemudian memberi minum orang banyak hanya dengan sepanci susu pada kesempatan yang lain, dan memberi makan daging untuk sekumpulan orang pada kesempatan lainnya. Mukjizat-mukjizat ini sama-sama mengangumkannya. Demikian juga kisah beliau membagikan air kepada 1.500 orang hanya dengan semangkuk air. Namun tidak ada satu Muslim pun yang mengklaim bahwa Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam bersifat ilahi.
2. Yesus menyembuhkan orang kusta. Demikian juga, Elia menyembuhkan Naaman (2 Raja-raja 5: 7-14). Untuk juga para murid Yesus diperintahkan untuk melakukan mukjizat itu dalam Matius 10: 8. Jadi apakah mereka juga memiliki sifat ketuhanan?
3. Yesus menyembuhkan orang buta. Elia tidak hanya membuat musuhnya buta, tapi juga menyembuhkan orang buta melalui do’a (2 Raja-raja 6: 17-20). Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam diriwayatkan juga menyembuhkan orang buta melalui do’a.
4. Yesus membangkitkan orang mati. Sekali lagi, Elia mengalahkan Yesus dalam hal ini, karena dia telah menghidupkan dua anak dari kematian (1 Raja-raja 17:22 dan 2 Raja-raja 04:34). Selanjutnya, para murid Yesus diperintahkan untuk membangkitkan orang mati (Matius 10: 8). Jadi sekali lagi, apakah mereka juga memiliki sifat ketuhanan?
5. Yesus berjalan di atas air. Andaikan ia berada di zaman Musa, ia tidak perlu melakukannya karena Musa bisa membelah lautan dengan tongkatnya.
6. Yesus mengusir setan. Begitu pula murid-muridnya (Matius 10: 8). Begitu pula anak-anak orang-orang Farisi (Matius 12:27 dan Lukas 11:19). Dan begitu juga orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai pengikut Yesus dimana Yesus pada akhirnya mengusir mereka (lihat Matius 7:22). Dan berapa banyak pendeta yang melakukan hal tersebut di atas panggung di zaman sekarang?
Jadi jika kita mencari bukti keilahian Yesus, kita tidak bisa membuktikannya melalui mukjizat-mukjizat yang dilakukannya.