×

Mengenang Tragedi Mina 1990

ADA yang tak mungkin terlupa pada 2 Juli 1990. Saat itu, sekitar 1.426 jamaah haji dilaporkan meninggal dunia akibat berdesak-desakan dan saling injak di terowongan Haratul Lisan, Mina, Arab Saudi. 631 di antaranya berasal dari Indonesia.

Mengapa itu terjadi? Dikumpulkan dari berbagai sumber, banyak pihak yang memberikan perkiraan, tragedi itu terjadi karena para jamaah, baik yang akan pergi melempar jumrah dan pulang, saling berebut arah dari jurusan yang berlawanan. Seperti diketahui, hanya ada satu terowongan yang menghubungkan tempat jumrah dan Haratul Lisan. Dalam kondisi minim oksigen dan panik ini, para jamaah saling injak.

Lebih dari seribu orang jamaah Haji dari berbagai negara meninggal dunia
, dan kebanyakan di antara mereka adalah jamaah Haji asal Indonesia.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0_7grvJHX9r51nae00nRBiGkDhN04j9C4pGI-KmhBaUfGqvreKoT_K8noLFqteCp83Pg6NWRKz1YCUlbeU25DTT5T4yn2YVSnDA-YW3_TijyMh2siXttNCkXsD7Uh0tuHphyR0xshe84/s1600/18.jpg


Petugas keamanan Arab Saudi yang jumlahnya tidak memadai tak mampu berbuat banyak. Ribuan anggota jamaah bahkan mulai naik lewat lewat pintu barat, yang seharusnya menjadi pintu keluar. Tak ayal, massa yang saling terdorong mengakibatkan banyak yang terjatuh lalu terinjak-injak.

Kepanikan semakin menjadi-jadi. Mereka yang di tengah tergencet, sementara yang di pinggir terjepit di pagar dan bahkan terlempar ke lantai bawah ketika pagar jebol. Setelah melayang enam meter ke bawah, mereka menimpa jamaah di lantai satu. Gema basmalah dan takbir “Bismillahi Allahu Akbar” bercampur dengan rintihan, teriakan, dan lolongan kesakitan jamaah yang terdesak, tersikut, jatuh, terimpit, tertimpa, dan terinjak jamaah lainnya.

Jamaah haji asal Indonesia yang kebanyakan sudah berusia lanjut dengan kondisi fisik yang memang relatif lebih lemah, akibat terpaan cuaca di Mekkah yang kurang bersahabat banyak menjadi korban dalam tragedi tersebut. Keesokan harinya ambulans dan mobil-mobil polisi terlihat sibuk menyingkirkan orang-orang dari lokasi musibah untuk memudahkan upaya penyelamatan. Jenazah-jenazah terpaksa ditumpuk-tumpuk di atas truk karena kurangnya ambulans. Bahkan jamaah yang terluka pun terpaksa ikut dievakuasi ke rumah sakit menumpang truk yang penuh tumpukan jenazah.

Akibatnya, terowongan yang dirancang bisa menampung 1.000 orang, dijejali 5.000 jamaah.

“Dengan oksigen yang berkurang, banyak orang tak sadarkan diri, sebagian meninggal dunia. Mereka yang ada di dalam terowongan berdesakan, bahkan ada yang terinjak-injak,” kata seorang saksi mata seperti dimuat New York Times, 3 Juli 1990.

Sementara itu, Raja Arab Saudi ketika itu, Fahd bin Abdul Aziz Al-Saud, seperti dikutip kantor beritaSPA, mengatakan bahwa musibah terjadi karena jamaah yang memadati terowongan melebihi kapasitas.

”Jika para jamaah haji mengikuti petunjuk, kecelakaan niscaya bisa dicegah,” jelasnya.

Mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Tuty Alawiyah, menjadi saksi mata kejadian tragis tersebut.

Saat peristiwa tersebut terjadi, Tuty hanya berjarak 100 meter dari terowongan dan sedang mengantre. Ia beruntung luput dari celaka.

Pemerintah Arab Saudi kemudian memperbesar luas dan meninggikan terowongan hingga menjadi 40 meter. Berikut membuat ventilasi besar yang memanjang di atasnya. Tak hanya itu, juga ada penambaan mesin-mesin besar yang tergantung di atas terowongan. Berfungsi sebagai pengisap udara dan memompa oksigen ke dalam terowongan. []