"Ayah, jangan mati." Itulah kata-kata terakhir Aylan Kurdy kepada sang ayah, sebelum Laut Aegean yang dingin menelan tubuh mungilnya.
Abdullah Kurdy, sang ayah, tak akan pernah melupakan kata-kata itu. Aylan mengucapkannya di telinga sang ayah dengan suara lirih.
"Suaranya pelan, tapi saya bisa mendengar kata-kata Aylan itu," ujar Bibi Fatima seperti dikutip PressTV.
Bibi Fatima berhenti sejenak, mengusap air mata, dan melanjutkan; "Ketika laut menggelegak dan perahu terbalik, Abdullah mencoba tetap memegang Aylan dan Galip agar hidung keduanya tetap di atas air."
Saat itulah Aylan, kata Bibi Fatima, mengatakan; "Ayah jangan mati."
Abdullah terus menahan Galip dan Aylan dengan tangannya. Tiba-tiba, lanjut Bibi Fatima, Abdullah melihat Galip tewas.
"Ia melepas Galip, dan fokus menyelamatkan Aylan," kata Bibi Fatima terbata-bata.
Suara Bibi Fatima sedikit keras penuh emosi saat mengatakan; "Abdullah melihat darah mengalir dari mata Aylan. Tubuh Aylan lemas. Abdullah menutup mata, dan melepas jasad Aylan."
Abdullah berenang. Kali ini dia mencari Rehan, istri tercinta.
"Abdullah menemukan Rehan, tapi telah mengambang di air," kata Bibi Fatima.
Di pantai, Abdullah mencari jasad ketiganya untuk sekadar menangisi dan menyesali kegagalan menyelamatkan ketiga, atau salah satunya.
"Aku mencoba dengan segala kekuatan, aku tak bisa," ujar Abdullah kepada Bibi Fatima.
Abdullah Kurdy kembali ke Kobane, kota di perbatasan Suriah-Turki yang berusaha direbut ISIS dari tangan YPG, untuk memakamkan ketiganya.
Aylan, Galip, dan Rehan, tidak mati sia-sia. Gambar Aylan menjadi virus di media sosial, situs, dan koran, dan mengiris hati setiap manusia di Eropa dan dunia.
Nasib tragis Aylan membuka pintu nurani Eropa untuk menerima ribuan pengungsi, dan menggerakan tangan jutaan lainnya untuk memberi donasi.
PRESS | INILAH